BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Tuesday, May 4, 2010

KEHIDUPAN DI ALAM BARZAKH

Al-Quran tidak hanya menjelaskan tentang hari akhir, tetapi juga memberikan sekian banyak informasi menyangkut kejadian-kejadian saat kematian. kehidupan barzakh, dan peristiwa-peristiwa sesudahnya. Dengan kematian, seseorang beranjak untuk memasuki saat pertama dari hari akhir. Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa: Siapa yang meninggal, maka kiamatnya telah bangkit.

Kiamat ini dinamai “kiamat kecil”. Saat itu yang bersangkutan dan semua yang meninggal sebelumnya hidup dalam satu alam yang dinamai “alam barzakh”. Mereka semua menanti kedatangan kiamat besar, yang ditandai dengan peniupan sangkakala pertama sebagaimana akan diuraikan nanti.

Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. (QS. An-Naazi’aat (An-Nazi’at) [79] : 46)

… sehingga apabila datang kematian kepada seorang di antara mereka (yang kafir) ia berkata: “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku, agar aku berbuat amal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (Allah berftrman), “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkatan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh (pemisah) sampai hari mereka dibangkitkan” (QS Al-Mu’minun [23]: 99-100).

Dari segi bahasa, “barzakh” berarti “pemisah”. Para ulama mengartikan alam barzakh sebagai “periode antara kehidupan dunia dan akhirat”. Keberadaan di sana memungkinkan seseorang untuk melihat kehidupan dunia dan akhirat. Kehidupan di sana bagaikan keberadaan dalam suatu ruangan terpisah yang terbuat dari kaca. Ke depan penghuninya dapat melihat hari kemudian, sedangkan ke belakang mereka melihat kita yang hidup di pentas bumi ini.

Hadis-hadis Nabi pun -dengan kualitas yang beraneka ragam- amat banyak yang berbicara tentang alam barzakh, sehingga amat riskan untuk menolak keberadaan alam itu hanya dengan menggunakan satu atau dua ayat yang sepintas terlihat berbeda dengan keterangan-keterangan tersebut. Ketika putra Nabi yang bernama Ibrahim meninggal dunia, Nabi saw bersabda:
Sesungguhnya ada yang menyusukannya di surga (HR Bukhari).

Imam Ahmad ibn Hanbal, Ath-Thabarani, Ibnu Abi Ad-Dunya, dan Ibnu Majah meriwayatkan melalui sahabat Nabi, Abu Said Al-Khudri, bahwa Nabi saw bersabda:
Sesungguhnya yang meninggal mengetahui siapa yang memandikannya, yang mengangkatnya, yang mengafaninya, dan siapa yang menurunkannya ke kubur.

Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa,
Apabila salah seorang di antara kamu meninggal, maka diperlihatkan kepadanya setiap pagi dan petang tempat tinggalnya (kelak di hari kiamat). Kalau dia penghuni surga, maka diperlihatkan kepadanya (tempat) penghuni surga; dan kalau penghuni neraka, maka diperlihatkan (tempat) penghuni neraka. Disampaikan kepadanya bahwa inilah tempatmu sampai Allah membangkitkanmu ke sana (HR Bukhari).

Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya menuturkan sebuah riwayat bahwa Nabi saw setelah selesainya Perang Badar, menuju tempat pemakaman pemuka-pemuka kaum musyrik yang tewas ketika itu, dan memanggil nama-nama mereka satu per satu:
“Wahai penghuni al-qalib (sumur atau kubur). Hai ‘Utbah bin Rabi’ah. Hai Syaibah bin Rabi’ah. Hai Umayyah bin Khalaf. Hai Abu Jahl bin Hisyam. Apakah kalian telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhan kalian dengan benar? Karena sesungguhnya aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku dengan benar.” Kaum Muslim yang ada di sekitar Nabi bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah engkau memanggil/berbicara dengan kaum yang telah menjadi bangkai (mati)?” Beliau menjawab: “Kamu tidak lebih mendengar dari mereka (tentang) apa yang saya ucapkan, hanya saja mereka tidak dapat menjawab saya.”

Di sisi lain Imam Muslim meriwayatkan bahwa Masruq berkata:
“Kami bertanya (atau aku bertanya) kepada Abdullah bin Mas’ud tentang ayat, Janganlah kamu mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah adalah orang-orang mati, bahkan mereka hidup di sisi Tuhan mereka dengan mendapatkan rezeki (QS Ali ‘Imran [2]: 169).” Abdullah bin Mas’ud berkata: “Sesungguhnya kami telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw, dan beliau bersabda, ‘Arwah mereka di dalam rongga burung (berwarna) hijau dengan pelita-pelita yang tergantung di ‘Arsy, terbang dengan mudah di surga ke manapun mereka kehendaki, kemudian kembali lagi ke pelita-pelita itu. Tuhan mereka “mengunjungi” mereka dengan kunjungan sekilas dan berfirman: “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami terbang dengan mudahaya di surga, ke mana pun kami kehendaki?” Tuhan melakukan hal yang demikian terhadap mereka tiga kali dan ketika mereka sadar bahwa mereka tidak akan dibiarkan tanpa meminta sesuatu, mereka berkata: “Wahai Tuhan, kami ingin agar arwah kami dikembalikan ke jasad kami sehingga kami dapat gugur terbunuh pada jalan-Mu (sabilillah) sekali lagi. Setelah Tuhan melihat bahwa mereka tidak memiliki keinginan lagi di sana (lebih dari apa yang mereka peroleh selama ini) maka mereka dibiarkan.”‘

Ada juga riwayat yang dinisbahkan kepada Ali bin Abi Thalib bahwa beliau bertanya kepada Yunus bin Zibyan: “Bagaimana pendapat orang tentang arwah orang-orang mukmin?” Yunus menjawab: “Mereka berkata bahwa arwahnya berada di rongga burung berwarna hijau di dalam pelita-pelita di bawah ‘Arsy llahi.” Ali bin Abi Thalib berkomentar:

Mahasuci Allah. Seorang mukmin lebih mulia di sisi Allah untuk ditempatkan ruhnya di rongga burung hijau, wahai Yunus. Seorang mukmin bila diwafatkan Allah, ruhnya ditempatkan pada satu wadah sebagaimana wadahnya ketika di dunia. Mereka makan dan minum, sehingga bila ada yang datang kepadanya, mereka mengenalnya dengan keadaannya semasa di dunia.
Boleh jadi ada saja yang bertanya bagaimana kehidupan itu? Kita tidak dapat menjelaskan. Memang ada saja yang berusaha mengilmiahkan kehidupan di sana, tetapi agaknya hal tersebut lebih banyak merupakan kemungkinan, walaupun ada sekian riwayat yang dijadikan pegangan.

Mustafa Al-Kik, misalnya, berpendapat bahwa manusia memiliki “jasad berganda”: pertama, jasad duniawi; dan kedua, jasad barzakhi. Mustafa dalam –Baina ‘Alamain– setelah mengutip sekian banyak pendapat ulama tentang hal di atas, berusaha untuk menjelaskan hal tersebut dengan teori frekuensi dan gelombang-gelombang suara. Contoh konkret yang dikemukakannya adalah radio yang dapat menangkap sekian banyak suara yang berbeda-beda melalui gelombang yang berbeda-beda. Walaupun ia saling masuk-memasuki, namun ia tidak menyatu dan tetap berbeda. Ini pula yang menjadikan kita tak dapat melihat sesuatu yang sebenarnya “ada” namun kita tak melihatnya akibat perbedaan frekuensi dan gelombang-gelombang itu. Apa yang dikemukakan ini -menurutnya sejalan dengan informasi Al-Quran, antara lain yang berbicara tentang keadaan seorang yang sedang sekarat:

Maka mengapa ketika nyawa telah sampai ke kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat (yang sekarat), sedangkan (malaikat) Kami lebih dekat kepadanya darimu, tetapi kamu tidak melihat (QS AlWaqi’ah [56]: 83-85).

Atau firman-Nya:

Aku (Allah) tidak bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan yang kamu tidak lihat (QS Al-Haqqah [69]: 38-39).

Kedua ayat mulia di atas mengemukakan teori gelombang dan getaran yang sangat jelas dan gamblang. Keduanya telah membagi materi menjadi dua macam, yang sejalan dengan tingkat bumi sehingga dapat dilihat oleh mata, dan yang tidak sejalan karena tingginya gelombangnya, sehingga tersembunyi dari pandangan dan tidak terlihat oleh mata. Dengan demikian kedua ayat tersebut menunjuk ke alam materi yang terasa oleh kita semua, dan alam lain yang tinggi yang tersembunyi dari mata kita. (Mustafa Al-Kik dalam Baina ‘Alamain hlm. 51)

Akhirnya betapa pun terdapat sekian banyak ayat dengan penafsiran-penafsiran di atas, serta ada pula riwayat-riwayat dari berbagai sumber dan kualitas, namun kita tidak dapat mencap mereka yang mengingkari kehidupan barzakh. Ini disebabkan karena akidah harus diangkat dari nash keagamaan yang pasti, yaitu Al-Quran dan maknanya pun harus pasti. sedangkan penafsiran-penafsiran yang dikemukakan di atas belum mencapai tingkat kepastian yang dapat dijadikan akidah.

0 comments: